Nasi Tumpeng, Tradisi Purba yang Bertahan Hingga Kini
Nasi Tumpeng, Tradisi Purba yang Bertahan Hingga Kini
Awalnya, tumpeng disajikan sebagai wujud penghormatan pada leluhur dan Sang Hyang yang bersemayam di gunung. Hal ini berkaitan erat dengan lokasi geografis pulau Jawa dan Bali yang miliki banyak gunung berapi.
Di formalitas jawa, gunung sebetulnya miliki posisi filosofi yang tinggi. Dianggap sebagai tempat yang sakral dan dihormati. Bahkan, kala jaman kerjaan-kerajaan nusantara, gunung dijadikan tempat untuk melacak petunjuk, semedi, dan digunakan oleh para raja kala inginmenyepi berasal dari kehidupan duniawi.
Ketika Hindu masuk ke tanah jawa, wujud tumpeng yang mengerucut diasosiasikan dengan Gunung Suci Mahameru. Tepat para dewa-dewi bersemayam. Sedangkan di jaman islam, formalitas kenduri dan tupeng termasuk tetap diperetahankan pesan nasi tumpeng .
Namun cuma dimodifikasi kronologis acara dan filosofinya cocok dengan ajaran islam. Rangkaian acara kenduri diganti dengan berdoa dengan dan membaca al-Qur’an. Sedang wujud tumpeng selamanya dipertahankan dan diambil kesimpulan sebagai wujud keinginan atau doa pada Yang Maha Kuasa, dan Maha Tinggi.
Tumpeng sendiri kebanyakan terdiri berasal dari hidangan utama berbentuk nasi putih atau nasi kuning yang dicetak membentuk kerucut dan disajikan di atas tampah bambu. Di sekelilingnya, ada beraneka macam lauk sejumlah tujuh jenis. Tidak ada ketetapan kusus apa saja lauk yang mesti ada melengkapi tumpeng.
Tetapi kebanyakan berbentuk urap, serundeng, ayam bakar, ayam goreng, tempe kering, pindang atau ikan lain, telur dadar, dan teri kacang. Jumlah lauk yang jumlahnya ada tujuh ini pun miliki makna filosofis.
Tujuh di dalam Bahasa jawa adalah pitu, ini ditujukan untuk memohon bantuan atau pitulungan. Sebab, semua hajat dan perihal baik yang berlangsung adalah sekedar gara-gara bantuan Tuhan.
Tumpeng di dalam akronim jawa termasuk bisa diambil kesimpulan yen metu sing mempeng, berarti kalau muncul mesti sungguh-sungguh. Makna ini berkaitan dengan sajian buceng yang akronimnya yen mlebu sing kenceng atau kalau hendak masuk mesti bersungguh-sungguh.
Makna pitulungan, tumpeng, dan buceng diambil alih berasal dari makna Surat Al-Isra’ ayat 80: “Ya Tuhan, masukkanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar, dan juga jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang berikan pertolongan”.
Komentar
Posting Komentar